Pengendalian Diri Pada Remaja Dalam Pendekatan Teori Self Control Averill

Akhir-akhir ini maraknya remaja yang mendokumentasikan aktivitas-aktivitas merekadan diunggah di media sosial atau dikenal dengan istilah Medsos. Salah satu media yang sering digunakan adalah Instagram. Dimana para pengguna Instagram tersebut dapatmengunggahfoto ataupun video pribadi mereka. Hal ini tentu saja merupakan salah satu bentuk untuk menunjukkan eksistensibagi para remaja.

Dengan maraknya pengguna Instagram tersebut melahirkan beberapa “selebritisinstagram” atau disebut dengan Selebgram. Dimana selebgram tersebut lahir karena memiliki banyak pengikutnya atau follower di Instagram. Ada beberapa remaja yang menjadi sorotan karena dinilai terlalu vulgar menampilkan berbagai konten gaya berpacaran yang berlebihan di akun Instagramnya. Prilaku tersebut dapat menjadi contoh buruk bagi remaja lainnya.Remaja pada umumnya membutuhkan perhatian. Sosok remaja yang  ingin menunjukkan eksistensinya dengan menampilkan konten-konten yang tidak sesuai jika dilihat dari nilai dan norma yang berlaku di negara kita, hal tersebut cenderung berlebihan karena tidak sesuai sesuai budaya kita.

Melihat kondisi sebagian remaja saat ini di dalam gaya berpacarannya  yang mengabaikan normaataupun aturan yang ada karena kurangnya kontrol diri, tentu saja akan berdampak buruk terutama bagi dirinya sendiri. Berbagai kemungkinan dapat terjadi sebagai dampak dari hal tersebut diatas, misalnya Pernikahan usia dini, resiko terjangkitnya penyakit kelamin yang menular dan tentu saja berdampak pada masa depan remaja itu sendiri karena harus menanggung kehamilan di luar pernikahan.

Dari uraian kasus diatas, maka sangat perlu bagi remaja untuk melakukan kontrol diri (self control) agar tidak terlalu over atau berlebihan dalam menunjukkan eksistensi nya.

KONTROL SOSIAL

Bebagai faktor yang terkait dengan kontrol sosial, selain faktor individu ada juga faktor lainya yaitu keluarga, guru dan teman sebaya. Namun dalam artikel ini akan dibahas tentang faktor individu dalam menjelaskan tentang teori kontor diri tersebut.

Menurut Chaplin, menjelaskan bahwa self control atau kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif, sedangkan Papalia mendefinisikan kontol sosial sebagai kemampuan individu untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara sosial oleh masyarakat.

Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1990).

Averill menyebutkan self control dengan sebutan personal control, yaitu mengontrol perilaku (behavioral control ), mengontrol kognisi (cognitive control), dan mengontrol keputusan (desicional control). Averill (dalam Lauren Leoti, 2015) mendefinisikan tipe-tipe personal control tersebut sebagai berikut:

  1. Kontrol Prilaku (Behaviour Control)

“Behavior control is the abilty to prevent or modify certain aspect of an event through implementing direct action”.

 

Kontrol perilaku adalah kemampuan untuk mencegah atau memodifikasi aspek tertentu dari suatu peristiwa melalui penerapan tindakan langsung. Dalam hal ini, penerapan tindakan langsung berupa respon yang dapat secara langsung mencegah atau memodifikasi suatu stimulus pada situasi atau keadaan yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku. Kontrol prilaku tersebut tergantung dari individu.  Jika individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik, maka akan mampu mengatur perilakunya. Untuk itudiperlukan cara denganberfikir kritis terhadap sesuatu hal atau permasalahan.

 

  1. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)

“Cognitive control refer to regulating the way a potentially threatening stimulus is interpreted, such as altering the meaning or significance of the event or stimulus”.

 

Kontrol kognitif mengacu kepada pengaturan cara dari suatu stimulus yang berpotensi mengancam tersebut ditafsirkan, seperti mengubah arti atau makna dari peristiwa atau stimulus.

Hal ini terkait dengan cara individu dalam menafsirkan suatu stimulus maupun informasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku melalui berbagai pertimbangan. Cara yang dilakukan dalam menafsirkan tersebut adalah dengan melakukan penilaian suatu keadaan dengan cara mempertimbangkan segi-segi yang positif. Dalam hal ini bentuk pengendalian diri tersebut berupa sikap menahan diri terhadap hal-hal yang sifatnya negatif.

 

  1. Kontrol Putusan (Decisional Control)

Desicional Control is the selection of a single course of action from possible alternatives”.

 

Kontrol Keputusan adalah pemilihan satu rangkaian tindakan dari pilihan-pilihan yang memungkinkan. Individu memilih suatu tindakan berdasarkan pada nilai maupun aturan dan norma yang diyakini atau disetujui dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini diperlukannya berfikir alternatif atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebelum bertindak.

 

SIMPULAN

Para remaja sangat perlu memiliki kontrol diri. Kontrol diri sangat berkaitan dengan prilaku remaja tersebut termasuk prilaku seksual.Perlunya kontrol diri yang tinggi untuk mengontrol perilaku dalam berpacaran. Sehingga remaja tersebut tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma atau aturan yang disepakati oleh masyarakat. Dengan kontrol diri yang tinggi maka dapat mengontrol prilaku seksual dalam berpacaran dan remajayang memiliki kontrol diri yang rendah, cenderung berperilaku seksual tinggi pada saat berduaan dengan pacarnya. Remaja yang memiliki kontrol diri rendah akan dengan mudah melakukan hal-hal yang belum diperbolehkan menurut norma atau nilai-nilai dalam masyarakat, misalnya: berciuman, atau melakukan hal-hal yang vulgar dalam berpacaran bahkan melakukan persetubuhan.

Dari ketiga tipe-tipe personal control tersebut diharapkan remaja-remaja Indonesia kelak menjadi remaja yang sehat, produktif dan inovatif. Untuk itu para remaja sejak dini sebaiknya dilatih untuk berfikir kritis, mampu menahan diri, serta dilatih untuk berfikir alternatif dalam memutuskan sesuatu sebelumbertindakyang bermafaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Orang tua juga diharapkan turut membantu melakukan pengawasan terhadap anaknya serta menerapkan program reward dan punishment secara konsisten kepada anak.

 

Oleh:

AKP EDWIN ARISTIANO SE,MM-MBA

MAHASISWA STIK-PTIK ANGKATAN 73

project 

Sumber Bacaan :

  1. P. Caplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997)
  2. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human Development (9th ed.). USA: McGraw Hill.
  3. Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta : Penerbit Erlangga.
  4. Lauren Leoti, Catherine, dkk, The Neural Basic Underlying the Experience of Control in the Human Brain, Part I Vilition, The Sense of Agency, Oxford University Press, 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *